Pelatihan belajar menulis di WAG asuhan Omjay bersama PGRI siang ini kembali digelar. Saya segera bersiap mengikutinya sambil melipat pakaian yang sudah berhari-hari bertumpuk di keranjang. Saya sudah stanby di depan gawai sejak pukul 13.00 WITA.
Siang ini moderator yang mendampingi narasumber yaitu Bu Sri Sugiastuti alias Bu Kanjeng. Sudah menjadi kebiasaan setiap memulai perkuliahan di WAG, moderator menyapa peserta dan memberikan informasi penting yang harus diperhatikan selama materi disampaikan.
Dengan suara lembut, Bu Kanjeng mulai dengan memberi salam dan mendoakan seluruh peserta agar tetap semangat mengikuti pelatihan menulis ini. Setelah itu, Bu Kanjeng mempersilakan narasumber untuk menyampaikan materinya.
Sebenarnya narasumber siang ini adalah Pak Tamrin Dahlan, tetapi beliau berhalangan hadir. Maka yang menggantikan adalah seorang relawan dan salah satu tim solid dari kelas belajar menulis asuhan Omjay. Tentunya ini tidak akan mengurangi substansi dari kegiatan rutin di WAG.
Narasumber hari ini bernama Aam Nurhasanah, S. Pd. Beliau akrab disapa dengan sebutan Bu Aam. Beliau kelahiran Cipanas, 12 Agustus 1988. Dari link blog berisi ang beliau bagikan, saya dapat mengetahui bahwa Bu Aam adalah seorang kepala sekolah di SMPS Mathla ul Hidayah Cipanas Kab. Lebak Provinsi Banten. Nama keren dari sekolah tersebut yaitu SMPS MAHIDA. (Wow beneran keren namanya, yah!)
Karya Bu Aam yang sudah diterbitkan sampai saat ini sudah berjumlah puluhan, loh! Saya sampai ngos-ngosan membaca judul-judul bukunya. Salah satu buku andalan beliau ada di gambar berikut ini.
Bu Aam dengan penuh percaya diri membagikan file PPT yang bisa peserta baca dan pelajari. Saya pun langsung mengunggah file tersebut agar dapat saya baca berulang-ulang. Terima kasih, Bu Aam!
Selanjutnya, Bu Aam menceritakan pengalamannya di kelas belajar menulis ini. Ternyata, beliau adalah peserta dari gelombang 8. Namun karena kebingungan dan kurang paham mengenai resume, akhirnya beliau ketinggalan kereta. Teman Bu Aam yang terus melaju diantaranya adalah Bu Nora, Cak Inin, dan Mr. Bams.
Meskipun demikian, Bu Aam tidak berputus asa. Beliau kembali mendaftar di gelombang 12. Nah, di sinilah beliau memahami aktivitas peserta di WAG. Beruntung, beliau cepat memutuskan untuk mengulang lagi.
Hmm...ternyata kondisi saya kurang lebih sama dengan Bu Aam. Hanya saja, saya terlambat menyadari kekeliruan yang saya lakukan. Saya bergabung di WAG sejak gelombang 6 loh. (Ou eM Ji!!! Saya jadi malu!) Saya sering menghadiri perkuliahan via chat WA maupun melalui Zoom. Saya terkadang menyampaikan pertanyaan ke narasumber. That's it! Setelah itu, saya tidak tahu bahwa ada tugas resume yang harus disetor ke panitia. Untuk kisah lebih lanjut, insya Allah akan saya utarakan dalam buku antologi gelombang 18. (Selamat penasaran, pemirsa!)
Sekarang, kita kembali ke laptop, eh materi maksud saya. Menurut Bu Aam, resume adalah rangkuman atau ringkasan. Peserta tidak boleh menyalin-tempel materi yang dipaparkan oleh narasumber begitu saja. Akan tetapi, alangkah eloknya jika resume berisi kalimat-kalimat yang disusun sendiri oleh peserta tersebut.
Ada tujuh langkah teknis untuk membuat resume menjadi sebuah buku yang disampaikan oleh Bu Aam.
1. Kumpulkan resume
Hasil resume dari pertemuan pertama sampai kedua puluh sebaiknya dibuatkan satu folder khusus. Tujuannya agar resume tersebut mudah ditemukan dalam laptop atau komputer.
2. Tentukan tema
Seluruh resume materi yang telah terkumpul dari materi 1 - 20 diklasifikasi berdasarkan tema yang dibahas. Misalnya, ada beberapa narasumber yang membahas tentang motivasi, maka digabung ke dalam satu bab berjudul 'Motivasi'. Kalau ditemukan ada beberapa materi tentang penerbit, juga disatukan dalam bab berjudul 'Penerbitan'. Begitu seterusnya. Adapun nama tema untuk setiap bab disesuaikan dengan diksi peserta itu sendiri.
3. Buatkan daftar isi atau TOC (Table of Content)
Setelah melewati proses klasifikasi tema, hal yang harus dilakukan adalah membuat daftar isi berdasarkan tema-tema yang ada.
4. Kembangkan TOC
Jika daftar isi telah tuntas, penulis kemudian membuat sub tema untuk setiap babnya. Nah, dari sub tema itulah peserta menjabarkan idenya berdasarkan resume yang ada. Kembangkan tulisan yang ada dengan sebebas-bebasnya. Tulis saja semua yang terpikirkan dan yang diingat mengenai sub tema. Jangan sekali-kali membaca tulisan kita di tahap ini!
5. Review, revisi, dan edit naskah
Pada proses ini, penulis mengecek tulisan dengan sedetail mungkin. Mulai dari ejaan, tanda baca, maupun kata-kata yang salah tulis atau masih disingkat-singkat. Pastikan ada kamus Bahasa Indonesia yang mendampingi pada saat melakukan editing.
6. Buatkan sinopsis
Sinopsis adalah gambaran umum mengenai isi buku yang ditulis. Biasanya bagian sinopsis tercantum di cover belakang buku.
7. Kirim ke Penerbit
Jika keenam langkah tersebut telah dilakukan, maka hal yang paling terakhir dan paling utama adalah mengirim naskah ke penerbit. Nah, ini yang terpenting! Meskipun naskah buku telah selesai, jika tidak pernah dikirim ke penerbit, maka akan tetap disebut sebagai naskah. Dia akan berubah wujud menjadi buku jika dikirim ke penerbit dan diterbitkan. Tidak perlu sungkan atau ragu-ragu. Kirim saja! Adapun urusan editing naskah, bisa dikomunikasikan ke pihak penerbit.
Pada pertemuan sebelumnya telah dijelaskan bahwa ada penerbit yang menyediakan jasa editing dan ada juga yang tidak. Untuk lebih jelasnya, bisa menghubungi langsung ke pihak penerbit yang bergabung dalam kelas belajar menulis bersama PGRI.
Sebuah keberuntungan bagi kami sebagai peserta pelatihan menulis ini karena ada 4 penerbit yang siap mengawal naskah para penulis pemula seperti saya.
1. YPTD: (free penerbitan) tanpa editing naskah.
2. Bu Kanjeng: ada layanan edit naskah
3. Cak Inin: Karmila Press Lamongan
4. Pak Brian: Gemala (pernah saya ikuti materinya di Zoom beberapa hari lalu)
Pada sesi tanya jawab, ada pertanyaan yang muncul mengenai bahasa yang digunakan dalam resume. Bu Aam menjawab bahwa sebaiknya resume itu menggunakan bahasa baku. Mengapa? Karena nantinya buku kita akan dikonsumsi oleh masyarakat di seluruh pelosok Nusantara. Seperti pengalaman Bu Aam yang berhasil menjual bukunya sebayak 100 eksemplar dan tersebar ke pulau Jawa, Bali, Lombok, sampai ke Nusa Tenggara Timur.
Saya menjadi semakin bersemangat menuntaskan tugas-tugas resume. Saya berharap agar bisa menerbitkan buku berdasarkan resume yang telah saya kumpulkan. Menurut Bu Aam, model tulisannya bisa disesuaikan dengan selera penulis. Yang terpenting adalah membuat resume secara rutin, nanti kan ada tahap revisi dan editing. Jadi, pada saat itulah diperbaiki dan diberi tambahan bumbu agar tulisan menjadi lebih sedap dinikmati publik. Semoga saja kesuksesan para alumni kelas belajar menulis ini bisa tertular pada peserta gelombang 18. Aamiin...
Tak terasa waktu Ashar telah tiba untuk wilayah Bantaeng dan sekitarnya. Saatnya menghadap pada Sang Maha Pencipta sembari bermunajat menyampaikan mimpi menjadi guru blogger sekaligus penulis hebat seperti Bapak/Ibu narasumber. Tak lupa saya meminta kesehatan dan pertolongan dari Sang Maha Menolong agar cita-cita saya tercapai. Aamiin...
Saya sangat terkesan dengan beberapa pesan penting dan menggugah hati dari Bu Aam yang berbunyi:
1. Tidak ada yang sulit di dunia ini kalau kita mau belajar.
2. Asahlah keterampilan menulis kita dengan rutin menulis setiap hari!
3. Menulis itu tidak sulit, yang sulit adalah memulai tulisan.
4. Buang rasa malas dan tulislah resume pada hari itu juga!
5. Menulislah agar hidupmu bermakna.
6. Menulislah agar hidupmu berwarna.
7. Menulislah hari ini agar kau dikenal esok hari.
Terima kasih, Bu Aam. Semoga segala kebaikan hidup dicurahkan kepada Ibu bersama keluarga. Aamiin...
Waktu Pertemuan: Jum'at, 16 April 2021
Resume ke: 6
Materi: Menulis Resume untuk Jadi Buku
Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd.
Gelombang: 18
Mantap resumenya bu. Semangat..
BalasHapusHebat resumenya, menginspirasi
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus