Senin, 29 April 2024

JANUARI BER-HAB (Part 1)

Tahun 2021 telah meninggalkan semesta. Dia pergi dengan membawa berjuta kenangan dan warna-warni kehidupan.  Kini giliran tahun 2022 datang mengisi hari. Seperti tahun-tahun yang lalu, di awal tahun Miladiyah, tepatnya di hari ketiga Januari, seluruh warga Kementerian Agama Republik Indonesia merayakan kegiatan Hari Amal Bakti yang disingkat HAB. 

Berbeda dengan dua tahun sebelumnya, kali ini peringatan HAB digelar di gedung Balai Kartini yang terletak di ibukota kabupaten. Pada tahun 2020 dan 2021, upacara HAB hanya bisa disaksikan dan diikuti melalui dunia maya (video conference) saja. Ini diakibatkan masa pandemi yang berkepanjangan. Alhamdulillaah, HAB tahun ini sudah bisa dilaksanakan di dunia nyata secara serentak di seluruh Indonesia. 

Biasanya upacara HAB diselenggarakan di lapangan terbuka, tepatnya di lapangan pantai Seruni Bantaeng atau di halaman kantor Bupati. Lalu dilanjutkan dengan acara ramah tamah di ruangan tertutup. Namun saat ini ada informasi cuaca buruk dari BMKG untuk daerah selatan bagian selatan pulau Sulawesi sehingga upacara sekaligus ramah tamah terselenggara di dalam gedung. Meskipun demikian, inti dari kegiatan HAB diharapkan tetap tercapai.

Sejak pukul 7 pagi, seluruh karyawan dan karyawati Kementerian Agama Kabupaten Bantaeng mulai berdatangan. Tenaga ASN maupun beberapa non-ASN memasuki gedung. Ada yang datang sendiri-sendiri, ada juga yang berkelompok. Mulai dari guru, penyuluh, penghulu, kepala seksi dan penyelenggara, kepala sub bagian tata usaha, kepala kantor kementerian agama tingkat kabupaten, dan para tamu undangan mulai menduduki tempat yang telah diatur oleh panitia. 

Selain itu, diantara tamu yang diundang, tampak juga beberapa orang pensiunan. Aku segera menemui dan menyapa mereka satu demi satu. Ada kegembiraan tersendiri bisa bertemu langsung dengan para pensiunan yang telah mengabdikan diri dan beramal bakti di kementerian agama. Ada harapan dalam hatiku, 'semoga bisa juga kurasakan masa purnabakti di kementerian ini'. Aamiin.

O iya, ada yang istimewa dalam pelaksanaan HAB tahun ini. Di sebelah barat gedung tampak kesibukan panitia dan beberapa ibu-ibu. Terdengar hingar bingar. Mereka mengatur beberapa nampan berisi nasi tumpeng dengan label dan kreasinya masing-masing. Aku bejalan melewati setiap meja yang di atasnya tertata rapi hasil kreasi nasi tumpeng dari madrasah dan kantor KUA. Salah satu meja diisi oleh kreasi nasi tumpeng dari madrasah kami. Ada 3 rekan kerjaku yang bertugas di sana. Terima kasih, kawan!

Upacara segera dimulai. Para pelaksana telah bersiap di posisinya masing-masing. Seorang MC cantik mulai memandu acara. Pemimpin dan pengatur upacara mulai bersiap-siap. Kelompok paduan suara juga sudah mengatur diri di bagian samping panggung. Aku berdiri di barisan paling depan, berdekatan dengan pemimpin upacara. 

Awalnya aku mengambil barisan paling belakang sebab sudah banyak orang mengisi tempat di bagian depan ketika aku tiba di gedung. Beberapa saat kuperhatikan, ternyata ada 1 kursi kosong di barisan ketiga dari depan. Aku maju dan mengisi kekosongan itu. Pada saat gladi, ternyata di depanku ada 1 lagi tempat yang belum terisi. Aku maju lagi ke barisan kedua. Menjelang upacara dimulai, seorang pegawai muda di depanku diminta untuk membawa baki penghargaan bagi ASN berprestasi. Dengan begitu, aku inisiatif mengisi tempat pegawai muda itu di barisan terdepan. 

Seluruh peserta upacara mengikuti acara dengan khidmat. Pemimpin upacara yang berdiri di sebelahku segera mengambil posisi yang telah ditentukan. Bertindak selaku pembina upacara yaitu bapak Bupati Kabupaten Bantaeng, Ir. Ilhamsyah Azikin, M. Si. Beliau membacakan pidato seragam dari Menteri Agama Republik Indonesia. 

Setelah upacara selesai, para pelaksana bergembira ria dan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka berhasil melaksanakan tugas tanpa kendala yang berarti. Aku mulai membuka pembicaraan dengan pemimpin upacara. Baru kali ini aku melihatnya. Ternya dia seorang ASN yang baru saja menuntaskan masa induksinya di MAN Bantaeng. Dia seorang guru Penjaskes dan berasal dari kabupaten Jeneponto. Kuberi ucapan selamat padanya. Tidak sembarang orang yang diberi amanah untuk memimpin upacara loh, kawan. 

Kegiatan segera dilanjutkan dengan acara ramah tamah HAB. Kegiatan ini dirangkaikan dengan pidato kebangsaan oleh seorang orator senior dari Makassar. Sungguh aku menjadi tercerahkan setelah mendengar pidatonya. Menurutku, salah satu tujuan utama kegiatan ini adalah untuk menciptakan perdamaian dan kerukunan umat beragama di seluruh nusantara. 

Pesan penting yang kudapatkan hari ini yakni seorang manusia perlu memahami posisinya di bumi ini. Ada tiga jenis persaudaraan atau ukhuwah yang mesti dipertahankan dalam menciptakan perdamaian dunia, yakni ukhuwah Islamiyyah, ukhuwah wasathiyyah, dan ukhuwah insaniyyah.

Ukhuwah Islamiyyah merupakan ikatan persaudaraan seorang muslim dengan muslim lainnya. Persaudaraan yang terjalin sebab adanya persamaan agama. Dalam hal ini, sang orator memberikan penekanan bahwa setiap mukmin adalah bersaudara. Di belahan bumi manapun, jika dia seorang muslim, seorang mukmin, maka dia adalah saudara bagi muslim dan mukmin lainnya.

Ukhuwah wasathiyyah adalah hubungan persaudaraan sebagai sesama sebangsa dan setanah air. Hubungan persaudaraan ini diikat oleh semangat kebangsaan yang sama. Sebagai bangsa Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau, suku, ras, maupun bahasa yang berbeda, semuanya bersatu dalam bingkai Negara Republik Indonesia. Semangat ini harus terus ditanamkan dan dipupuk dalam jiwa generasi muda agar NKRI tetap utuh selamanya.

Ukhuwah insaniyyah yaitu hubungan persaudaraan terhadap sesama manusia. Apapun jenis kulit dan kebangsaannya. Dia berasal dari warga negara apa saja dan tinggal di manapun, semuanya adalah saudara. Ikatan persaudaraan ini tidak memandang kasta ataupun harta. Jika ada yang sedang ditimpa musibah maka wajib hukumnya bagi sesama manusia untuk saling membantu.

Ketiga jenis hubungan persaudaraan ini menjadi ikatan terkuat yang tak bisa dilepaskan oleh manusia di dunia ini. Apabila ketiganya terus dilestarikan dan dijaga dalam diri setiap insan, maka amanlah dunia ini.










AGUSTUS MERDEKA

 

    Bulan Agustus telah tiba. Bulan kemerdekaan bangsa Indonesia yang ke 77 tahun. Seluruh penduduk di Indonesia menyambut bulan kemerdekaan ini dengan berbagai kegiatan. Mulai dari pelosok desa hingga ke kota-kota besar. Semarak kemerdekaan digalakkan di tingkat RT sampai ke skala yang lebih luas lagi.

    Bulan Agustus tahun ini aku mendapat tugas dari organisasi istri-istri ASN dan para ASN perempuan di kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantaeng. Terhitung sejak bulan Mei 2022, aku resmi menyatakan kesediaan untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan Dharma Wanita Persatuan atau lebih dikenal dengan nama DWP Kemenag Kabupaten. 

    Ada dua program kerja DWP Kemenag yang akan dilaksanakan di bulan kemerdekaan ini. Kegiatan pertama yaitu taman baca anak kabupaten Bantaeng. Kegiatan kedua adalah tes IVA dan SADANIS.

  Pada kegiatan taman baca, DWP kabupaten Bantaeng yang dinakhodai oleh Ny. Vinka Nandakasih Wahab (istri dari Sekretaris Daerah Kabupaten Bantaeng) memberi amanah kepada DWP Kemenag sebagai pelaksana pertama dalam kegiatan rutin bidang pendidikan. Kegiatan tersebut bernama Taman Baca Anak. Program ini disepakati pada saat Rapat Koordinasi DWP kabupaten di Balai Kartini bulan sebelumnya.

    Segera setelah Rakor, ketua DWP Kemenag yang dipimpin oleh Ny. Andi Harbiasari Jailani menggelar rapat pembentukan panitia pelaksana taman baca anak. Berdasarkan hasil kesepakatan rapat pengurus, aku diberi tugas sebagai sekretaris panitia. Masa persiapan yang diberikan kepada kami hanya berselang empat hari saja. Kegiatan harus dilaksanakan pada hari Sabtu sedangkan panitia pelaksana baru terbentuk pada hari Senin di pekan yang sama. Masa yang teramat singkat untuk sebuah kepanitiaan bertaraf kabupaten.

    Meskipun waktunya sangat mendesak, kami tetap optimis bisa menyelenggarakan kegiatan dengan sebaik-baiknya. Ada 15 orang panitia yang terpilih sebagai panitia pelaksana. Kami segera membagi tugas kepanitiaan dan menjalankan rencana yang telah disepakati. Ada yang ditugaskan untuk membeli bahan, ada yang menghubungi pihak perpusatakaan dan memilih buku-buku yang sesuai dengan usia pengunjung sasaran, ada yang bertugas menyiapkan konsumsi, ada yang mengurus perlengkapan yang dibutuhkan, dan beberapa kerja kepanitiaan lainnya.

    Sebagai sekretaris, aku diberi tugas untuk membuat Surat Keputusan (SK) kepanitiaan dan segala hal yang dibutuhkan terkait administrasi kegiatan. Aku segera berkonsultasi dengan sekretaris umum organisasi mengenai format persuratan dan nomor SK. Selain mengurusi SK, aku juga bertanggung jawab menyiapkan spanduk kegiatan. Aku segera menghubungi salah satu keponakanku yang ahli dalam bidang desain. Aku hanya menyampaikan tema kegiatan, waktu dan lokasi kegiatan, ukuran spanduk serta konsep dari kegiatan taman baca anak. Aku tidak lupa memberitahukan bahwa sasaran kegiatan tersebut adalah anak-anak usia PAUD dan TK agar desain spanduknya selaras dengan kebutuhan pengunjung.

    Sehari sebelum kegiatan dilaksanakan, aku bersama beberapa panitia mengunjungi lokasi kegiatan untuk mengecek kondisi di sana. Menurut ketua DWP Kemenag, kegiatan taman baca ini dipusatkan di lokasi taman bermain anak yang ada di area pantai Seruni. Lokasi ini sangat strategis sebab berada di jantung kota Bantaeng. Tepatnya berada di bagian barat sport center dan sangat dekat dengan masjid pantai Seruni. Kami mulai berembug mengenai konsep kegiatan yang akan kami buat. Setelah selesai, kami meninggalkan lokasi dan menuju ke rumah dinas kepala kantor Kemenag kabupaten. 

    Kami bekerja bersama menyiapkan pernak-pernik kegiatan dan mengemas bingkisan yang akan diberikan kepada para pengunjung. Bingkisan tersebut tidak begitu mahal harganya namun diharapkan dapat menyenangkan hati anak-anak yang datang ke acara kami. Ada susu kotak, permen, snack, dan air mineral.

Pukul 3 siang semuanya sudah siap. Panitia mulai beraksi mengajak anak-anak yang ada di lokasi taman bermain untuk bergabung. Semakin sore semakin banyak anak-anak berkumpul. Tentunya mereka didampingi oleh keluarganya. Suasana semakin meriah ketika Bu Marwah dan Bu Zahra mengajak anak-anak tampil di depan panggung. Satu demi satu anak menjawab pertanyaan simpel dari kedua host itu.

    

    

    

MARET MERINTIH

Sudah tujuh bulan aku tidak menulis. Tepatnya sejak Agustus tahun lalu, tugas-tugas negara mengalihkan perhatianku dari dunia kepenulisan. Bulan September, bersama rekan-rekan di madrasah aku mengadakan acara launching buku antologi perdana kami. Judulnya "Merajut Asa di Era Tak Biasa", sebuah kisah inspiratif guru-guru madrasah  membelajarkan siswa di masa pandemi Covid-19. Dua puluh tujuh guru MA. Ma'arif NU Lasepang Kabupaten Bantaeng mengabadikan kisah mereka menjalani hari sebagai guru di madrasah sekaligus melaksanakan tugasnya sebagai orang tua di rumah dalam situasi yang tak biasa.

Aku jujur saja, kawan. Sebenarnya ini hanyalah apoloji belaka, sebab aku mafhum betul bahwa menulis merupakan aktivitas yang sangat fleksibel. Sesibuk apapun seseorang jika meluangkan waktu, pastilah dia bisa menulis. Bahkan semakin sibuk seseorang akan semakin banyak hal yang bisa dia tulis. Hehehe....

Saat ini aku sedang terbaring sakit (mohon doanya, kawan!) Waktu selama dua kali 24 jam lebih banyak kuhabiskan di tempat tidur. Jangankan berjalan, untuk bisa duduk pun aku hanya bertahan kurang dari 5 menit saja. Lewat dari itu pasti terdengar rintihan kesakitan di seantero rumahku.

Sebuah penyakit kulit menyapaku. Orang-orang di kampung menyebutnya dengan istilah 'kanrepali'. Menurut ilmu kedokteran penyakit ini disebut 'herpes zooster'. Apesnya lagi, si herpes ini muncul tepat di paha kiri bagian atas sampai ke selangkangan, tepat di lipatan paha. Hari berikutnya, dia menular ke paha kanan sehingga sempurnalah kedua kakiku tidak bisa digunakan untuk berjalan seperti biasanya.

Hari Jum'at yang lalu aku mencoba memaksakan diri untuk tetap ke tempat dinas. Walau harus berjalan terseok-seok, aku berusaha memenuhi janjiku dengan rekan-rekan kerja untuk mengambil gambar bersama. Mumpung ada fotografer yang juga akan mengambil gambar seluruh siswa sebagi calon peserta ujian. Selain itu, juga ada pertemuan orang tua siswa yang harus aku pimpin. 

Manusia hanya berencana, hanya Tuhan yang menentukan segalanya. Setiba di madrasah, aku tak sanggup duduk lama. Sesi pemotretan pun dipersingkat karena aku sudah tak sanggup menahan nyeri di kakiku. Bahkan untuk memimpin rapat orang tua siswa terpaksa kuwakilkan kepada dua rekan kerjaku agar mendampingi ketua komite madrasah.

Tak lama berselang setelah berfoto, suamiku datang menjemput. Aku harus segera pulang. Tak hentinya aku meringis kesakitan sebab kulitku sudah mulai meradang. Dalam kondisi seperti ini aku hanya bisa mengenakan kain sarung saja sebab kulitku tak bisa tersentuh kain celana maupun rok. Sepanjang perjalanan pulang, rintihanku terus terdengar. 

Setiba di rumah, aku berganti pakaian dengan hati-hati. Suami dengan sigap membantu. Rintihan kesakitan semakin bertambah sebab aku tidak bisa berdiri tegak. Bahkan untuk berjalan pun aku harus dipapah. Keringat dingin membanjiri keningku karena menahan nyeri yang luar biasa. 

Setengah jam berikutnya, aku sudah berbaring di tempat tidur. Aku tidak tahu bagaimana posisi yang tepat agar rasa sakit itu berkurang. Tidur terlentang tidak bisa, tidur menyamping juga tidak pas. Kucoba untuk duduk saja di atas kasur. Ternyata posisi duduk yang nyaman juga susah kutemukan. 

Suamiku segera mengambil segelas air hangat untukku. Glek, glek, glek. Sekejap isi gelas semuanya berpindah melewati tenggorokanku. Alhamdulillaah! Baru kusadari bahwa sejak tadi aku belum minum setetes air pun. 

Pukul sebelas, suamiku pamit hendak menjemput anak-anak di sekolah. Aku mengiyakan dan mencoba untuk beristirahat sambil berbaring. Sekali lagi. Kuambil guling untuk menyangga kaki kiriku, lalu mengatur posisi kaki kanan sebaik mungkin. Yes! Aku berhasil.

Beberapa menit kunikmati rasa sakit yang menggigit di kaki kananku dengan iringan doa dan istigfar. Aku memohon kepada Tuhan agar menjadikan momen ini sebagai penggugur dosa-dosa. Aku yakin pasti ada dosa yang telah kulakukan, yang disengaja atau tidak, yang besar maupun kecil, yang tampak juga yang tersembunyi. Aku pasrah pada kehendak Tuhan semata.

Tiba-tiba ponselku berdering. Ummi Rahel, terpampang nama kakak tertuaku di layar putih. Tak terasa gerimis hatiku. Sejak ibu bapakku meninggal dunia beberapa tahun silam, dialah pengganti mereka berdua bagi kami, adik-adiknya. Adakah firasat yang dirasakan saat ini sampai dia menghubungiku? Ibarat seorang ibu terhadap anaknya.

"Assalamualaikum!" Aku membuka percakapan.

"Wa'alaikumsalaamwarahmatullaah," terdengar jawaban dari seberang. "Apa kabar, dik? Lagi di mana sekarang?" tanyanya.

"Aku di rumah, kak. Sedang kurang sehat ini." Jawabku dengan suara tertahan. 

Benar dugaanku. Kakak tertua sedang merasakan kalau ada sesuatu yang terjadi pada salah satu adiknya. Hatiku menjadi sendu. Kerinduanku pada ibu semakin membuncah. Saat seperti ini biasanya aku dibelai dan diusap-usap penuh kasih sayang oleh ibuku. Dan belaian itu bisa menjadi obat terampuh bagi sakitku. Kini dia tak ada lagi di sisi. Dia telah menyusul bapak yang lebih dulu berpulang kembali ke alam baka.

Kakakku terus menanyaiku dan memberi semangat agar aku segera sehat kembali. Sesekali dia menceritakan kisahnya hari ini sehingga aku sejenak melupakan rasa nyeri di kaki. Setelah beberapa menit berbincang, dia mengakhiri panggilan.

Ada rasa senang sekaligus menyesal dalam hati. Aku senang karena baru saja berbincang dengan kakakku. Sakitku terasa berkurang setelah mendengar suaranya. Namun rasa sesal juga menyergapku sebab tak pernah menyempatkan diri menjenguk ketika Ummi Rahel sedang sakit. 

Kabar tentang kondisi Ummi Rahel sudah kudengar beberapa hari yang lalu dari kakakku yang ketiga, Ummi Jiya. Menurutnya, kakak tertua kami terjatuh di WC dan tidak sadarkan diri. Pada saat itu, aku sedang bersiap pulang ke rumah setelah seharian bekerja di madrasah. Aku merasa sangat lelah sehingga kuputuskan untuk mengunjunginya keesokan harinya. Setiba di rumah, kudapati anak sulungku sedang menggigil kedinginan sementara suhu badannya semakin meninggi. 

Sampai tiga hari berikutnya, aku hanya fokus pada kesehatan anak sulungku, Fathir. Setiap pulang aku berniat akan menelepon dan menanyakan kabar Ummi Rahel. Sayangnya, sampai malam menjelang aku tidur niat itu tak kesampaian. Begitu seterusnya sampai hari ini aku yang terbaring sakit. Lalu Ummi Rahel yang menghubungiku. Terima kasih, kakakku! Maafkan adikmu ini.

Pada saat sakit seperti ini, aku tetap mengurusi beberapa hal di madrasah. Lewat ponsel, kuhubungi rekan kerjaku untuk menghadiri undangan rapat koordinasi di tingkat kabupaten. Baru kali ini ada pertemuan pimpinan yang dilaksanakan pada hari Ahad. Aku merasa bahwa ada sesuatu yang sangat urgen dan mendesak yang ingin disampaikan oleh kepala kantor kementerian dan tidak bisa menunggu sampai hari Senin. 

Selain itu, urusan persiapan ujian akhir madrasah juga sangat mendesak untuk diselesaikan. Operator madrasah melaporkan bahwa data peserta ujian sudah hampir rampung. Ternyata masih ada satu orang siswa yang belum lengkap dokumennya termasuk foto. Segera kuhubungi wali kelas siswa tersebut untuk membantu menyelesaikan perkara ini. Hari Senin besok deadline pengiriman dan kartu ujian harus diterbitkan. Jika sampai malam ini siswa tersebut tidak melengkapi dokumennya, dengan sangat terpaksa dia tidak bisa ikut ujian akhir.

Persiapan ujian akhir madrasah mulai dilakukan oleh panitia yang telah dibentuk. Ketua panitia sekaligus wakil kepala madrasah bidang kurikulum telah mengikuti Bimtek penyusunan soal ujian. Hari Sabtu kemarin telah membimbing seluruh guru mata pelajaran di kelas akhir untuk menyusun soal berdasarkan apa yang telah diperolehnya dalam kegiatan Bimtek. Dari 18 guru pengampu mapel, hanya tiga orang saja yang tidak hadir. Lima belas guru yang hadir dan mendapat bimbingan diharapkan dapat menyelesaikan soal berbentuk multiple choice sebanyak 50 item, lengkap dengan kisi-kisinya. Aku terus memantau aktivitas di madrasah melalui ponselku, juga berdasarkan wakil-wakilkunyang ada di madrasah.

Urusan domestik di rumah secara keseluruhan diambil alih oleh suami dan anak-anak. Aku hanya berbaring di tempat tidur. Sesekali kupaksa diriku bangun jika hendak ke kamar kecil ataupun pada saat makan dan minum saja. Nyeri akibat si herpes masih terus kurasakan, namun tetap kunikmati. Aku yakin Tuhan pasti sedang menguji kesabaranku melalui penyakit ini. 

Sejatinya, bukan hanya aku yang diuji saat ini. Akan tetapi orang-orang di sekitarku pun demikian. Suami dan anak-anak juga diasah kepekaan dan kesabarannya dalam merawatku. Begitu pula rekan-rekan kerjaku di madrasah. Etos kerja dan komitmen mereka juga sedang diuji selagi aku tidak bersama mereka di madrasah.

Hanya satu pintaku saat ini. Aku berharap bisa melewati masa-masa sulit ini tanpa prasangka buruk kepada Tuhan. Semoga si herpes segera beranjak dari kulitku dan setelah ini aku menjadi semakin mantap dalam menjalani hari-hari penuh pengabdian, di rumah maupun di tempat tugasku. Aamiin.







JANUARI BER-HAB (Part 1)

Tahun 2021 telah meninggalkan semesta. Dia pergi dengan membawa berjuta kenangan dan warna-warni kehidupan.  Kini giliran tahun ...