Sebenarnya bagus juga sih berganti waktu kuliah sehingga saya yang tinggal di wilayah Indonesia bagian tengah (Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan) tidak perlu begadang lagi, hehehe... Tapi di sisi lain, jadwal baru ini mungkin akan bersinggungan dengan jam kantor. But, it's okay. Saya harus pandai-pandai mengatur waktu. (Mohon doanya, teman-teman!)
Siang ini kelas dipandu oleh Bu Rita dari Bali. Narasumbernya adalah Bu Noralia Purwa Yunita, M. Pd. Beliau sering disapa dengan sebutan Bu Nora. Beliau seorang guru Prakarya dan IPA di SMP Negeri 2 Semarang. Beliau salah seorang alumni gelombang 8 di kelas WAG belajar menulis asuhan Omjay dan kawan-kawan.
Saya sangat terkesima melihat beberapa karya buku agitan Bu Nora. Dari sekian banyak karyanya, ada dua buku yang diterbitkan oleh penerbit Andi yang merupakan salah satu penerbit mayor, loh. Ini impian seluruh penulis pemula, terutama saya. Judul bukunya Digital Mindset dan Gamification. Yang paling mengesankan karena beliau menulis dengan seorang profesor sekaliber Prof. Richardus Eko Indrajit. (Wow, kerreeen...!!!)
Tapi tenang dulu, kawan! Yang jadi tema kuliah hari ini bukan tentang langkah-langkah menerbitkan buku pada penerbit mayor, yah. Bukan juga tentang cara menulis bareng Prof. Eko. Bukan itu. Di siang yang berbahagia ini, Bu Nora akan mengupas tuntas mengenai cara mengubah laporan karya tulis ilmiah menjadi buku.
Dari pemaparan materi saya mengetahui bahwa ternyata ada salah satu buku Bu Nora yang merupakan hasil sulap beliau. Awalnya berupa sebuah hasil penelitian berbentuk tesis, lalu pada saat mengikuti kelas WAG belajar menulis ini, Bu Nora mampu mengubahnya menjadi sebuah buku. Maka dari itu, siang ini beliau berbagi trik dan tips agar hasil penelitian atau karya tulis ilmiah diubah menjadi sebuah buku.
Buku ini lahir berkat kerja cerdas dan usaha nyata Bu Nora mengaplikasikan hasil belajarnya di WAG gelombang 8. Menurut beliau, sebuah karya tulis ilmiah yang telah disusun sedemikian rupa dengan penuh perjuangan biasanya bermuara di perpustakaan kampus. Yang membacanya tentu hanya kalangan mahasiswa dan akademisi saja. Padahal sebenarnya hasil penelitian tersebut bisa memberi kebermanfaatan yang luas jika diubah menjadi karya berbentuk buku.
Ada banyak kelebihan dan kegunaan KTI jika berbentuk buku. Diantaranya adalah:
1. Dapat dibaca oleh masyarakat awam. Jika KTI tersebut masih dalam versi aslinya, biasanya orang akan merasa bahwa isinya pasti mengenai masalah 'berat'. Akan tetapi apabila KTI sudah berbentuk buku, maka khalayak umum bisa membaca dan mengambil manfaat dari hasil penelitian yang telah dilakukan secara ilmiah.
2. Dapat diperjualbelikan. Selain memberi manfaat yang lebih luas, karya tulis ilmiah berbentuk buku juga bisa memberikan keuntungan finansial bagi penulisnya loh. Apalagi jika hal yang dibahas dalam buku itu merupakan kebutuhan mendasar masyarakat Indonesia dengan profesinya masing-masing.
3. Dapat dijadikan penambah poin angka kredit bagi guru yang berstatus ASN. Buku merupakan karya publikasi ilmiah yang memiliki nilai AK yang cukup tinggi, terutama buku solo.
4. Dapat menjadikan penulisnya terkenal dan populer. Jika banyak yang membaca bukunya, tentu penulisnya juga akan memperoleh banyak keuntungan dan kemudahan-kemudahan.
5. Dapat menjadi media untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Dibandingkan dengan laporan penelitian yang berbentuk artikel, makalah, skripsi, tesis, maupun disertasi, karya buku merupakan media yang paling luas cakupan pembacanya. Dengan demikian ilmu pengetahuan tidak hanya tersebar di dunia pendidikan formal saja, tetapi jangkauannya sampai ke masyarakat awam.
Berdasarkan penjelasan Bu Nora dapat saya pahami bahwa untuk mengubah KTI menjadi buku itu tidak langsung menyalin-tempel saja. Istilah kerennya dikenal dengan sebutan 'copas' alias copy-paste. Namun, ada beberapa bagian yang harus diperbaiki susunan kalimatnya, juga sistematika penulisannya. Bagian mana dari KTI itu yang harus diubah?
1. Judul
Pada penulisan KTI, biasanya judul dilengkapi dengan materi, subjek dan tempat penelitian. Nah, untuk menjadi buku, judulnya mesti dipersempit pada objek penelitiannya saja.
2. Daftar Isi
Yang tercantum dalam daftar isi KTI dimulai dari bab satu sampai bab lima itu sudah ada prosedur penulisannya. Sedangkan buku hanya bergantung pada gaya bahasa si penulisnya saja meskipun ada bagian-bagian tertentu yang harus tetap diperhatikan perubahan bentuknya. Pada umumnya, karya ilmiah versi buku hanya terdiri atas tiga bab saja.
Ada 3 bagian di bab I KTI yang tidak perlu ditulis lagi dalam karya berbentuk buku. Ketiganya yaitu bagian rumusan masalah, defenisi operasional, dan tujuan penelitian. Pada bab ini, penulis hanya memaparkan tentang latar belakang penulisan, pentingnya penelitian tersebut, fokus penelitian, lengkap dengan manfaat yang diperoleh.
Lalu di bab dua versi buku, penulis tetap menjabarkan landasan teori. Di bab tiga, lebih berfokus pada tahapan dan hasil penelitian serta proses penerapan metode yang ditawarkan. Jangan lupa, hapus semua rumus statistik dalam KTI jika akan diubah menjadi buku!
3. Sebagian dari isi
Sebuah karya tulis ilmiah berbentuk buku cakupannya lebih luas disesuaikan dengan sumber kepustakaan yang ada. Selain itu, seluruh kata 'penelitian' yang ada pada KTI sebaiknya ditiadakan saja di buku. Begitu pula dengan grafik. Boleh mencantumkan grafik, itupun jika dianggap sangat penting dan wajib ada.
4. Diksi dan penyajian materi.
Karya tulis ilmiah dalam bentuk laporan tentu berbeda penyajiannya dengan KTI versi buku. Sangat dipahami bahwa setiap penulis buku memiliki gaya dan ciri khasnya masing-masing dalam memaparkan materi. Dalam KTI, biasanya disajikan dengan menggunakan bahasa ilmiah dan istilah-istilah yang tidak umum. Sebaliknya dengan bahasa buku yang lebih luwes dan dapat dipahami oleh pembacanya dari kalangan manapun.
Proses perubahan bentuk KTI dari laporan ke buku sangat riskan terhadap tindakan plagiarisme. Lalu, bagaimana caranya agar terhindar dari hal tersebut? Jangan khawatir! Bu Nora punya tipsnya.
1. Gunakan teknik parafrasa.
2. Tambahkan sumber rujukan terbaru dalam karya buku sehingga lebih update materinya.
3. Temukan inti dari KTI yang akan dibahas dalam buku.
4. Perbanyak daftar pustaka.
5. Pastikan bahwa KTI tersebut telah dipublish minimal tingkat sekolah ataupun MGMP/KKG.
6. Beri penilaian mengenai kelebihan dan kekurangan hasil penelitian.
7. Penulis dibolehkan merujuk ke blog dari situs resmi, jurnal ilmiah, e-book, maupun karya ilmiah lainnya.
8. KTI yang dibukukan minimal terdiri dari 70 halaman kertas A5. Adapun jenis huruf, font, dan margin disesuaikan dengan ketentuan penerbit.
Alhamdulillaah, begitu banyak tambahan ilmu dan informasi penting yang dibagikan oleh Bu Nora kepada kami. Saya merasa sangat beruntung mengikuti kuliah hari ini. Terima kasih, Bu Nora! Semoga Tuhan memberi banyak kebaikan dalam hidup Ibu. Aamiin...
Waktu pertemuan: Senin, 12 April 2021
Resume ke: 4
Tema: Mengubah KTI Menjadi Buku
Narasumber: Noralia Purwa Yunita, M. Pd.
Gelombang: 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar