Jumat, 23 April 2021

MEMBANGUN MENTAL PENULIS

Hari Jum'at tanggal 23 April 2021, bertepatan dengan hari kesebelas bulan Ramadhan 1442 Hijriyah. Saya memiliki jadwal kegiatan yang padat di sekolah. Capek? Tentu saja saya capek. Akan tetapi rasa lelah itu tertutupi oleh sebuah kesyukuran kepada Allah subhaanahu wa ta'ala.

Saya bersyukur sekali karena sampai saat ini masih bisa beraktivitas dalam pengabdian di bidang pendidikan. Di luar sana, masih banyak orang yang butuh pekerjaan tetapi belum berhasil mendapatkannya. Mereka masih pusing tujuh keliling agar bisa diterima bekerja di perusahaan ataupun instansi-instansi.

Sebenarnya saya lupa kalau hari ini jadwal perkuliahan di WAG belajar menulis bersama PGRI. Beruntung ada Bu Aam yang mengingatkan saya dengan membagikan flyer di grup WA. Terima kasih, Bu Aam!
Di flyer tercantum bahwa Bu Aam Nurhasanah yang bertugas menjadi moderator dan Bu Ditta yang menjadi narasumber. Nama panggilan narasumber kita adalah Neng Ditta. Materi yang akan beliau sampaikan siang ini berjudul "Mental dan Naluri Penulis". 

Sehari sebelumnya, para peserta diminta untuk mengisi kuesioner sebagai penunjang materi hari ini. Link angket tersebut dibagikan di grup WA gelombang 18. Alhamdulillaah saya sudah mengisi dan mengirimkannya ke panitia.

Dalam hal ini, para peserta diberi beberapa pertanyaan seputar dunia kepenulisan yang harus dijawab berdasarkan pribadinya masing-masing. Ada pertanyaan mengenai tujuan atau target peserta dalam menulis, kelebihan dan kekurangan tulisan peserta, hal yang ditakutkan oleh peserta terkait tulisannya yang dipublikasikan, dan beberapa hal lainnya.

Setelah membuka pelatihan hari ini, Bu Aam membagikan link profil Neng Ditta selaku narasumber. Ternyata beliau kelahiran Subang (Jawa Barat) pada tanggal 23 Mei 1990. Beliau sudah menikah dan telah dikaruniai seorang putra. Kalau dilihat dari paras wajahnya kelihatan masih kayak ABG yah, pemirsa!

Meskipun usianya terbilang masih muda, Neng Ditta telah menorehkan banyak karya dan prestasi. Ada 6 buku solo yang telah dilahirkan dan 11 buku karya bersama. 

Hari ini, narasumber cantik kita memulai paparan materi dengan salam dan sapaan ke peserta. Selanjutnya beliau memberikan gambaran umum mengenai keterkaitan antara teknik dan mental penulis.
Hubungan antara teknik dengan mental penulis itu sangat erat. Keduanya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang, keduanya saling terkait satu sama lain. Setiap penulis sangat dianjurkan untuk memiliki keduanya agar tulisan yang dihasilkan menjadi lebih hidup. Olehnya itu, sering dikatakan bahwa teknik menulis merupakan raga tulisan dan mental penulis merupakan jiwanya.

Teknik menulis merupakan kemampuan menulis seseorang secara teknis. Contohnya, kemampuan penulis dalam menemukan ide tulisan, membuat outline, membuat judul, dan sebagainya. Sedangkan mental penulis lebih fokus pada kejiwaan atau kondisi psikologis seorang penulis. Namun, pada kesempatan ini Neng Ditta lebih fokus pada mental penulis. Bagian teknik menulis telah disampaikan oleh beberapa narasumber sebelumnya.

Lebih jelas disampaikan bahwa mental seorang penulis itu dapat dinilai dari 6 aspek. 
1. Siap konsisten
2. Siap dikritik
3. Siap belajar
4. Siap ditolak
5. Siap menjadi unik

Dari keenam mental penulis itu, Neng Ditta menjelaskan bagian ketiga yakni siap belajar. Beliau akan memberikan penjelasan lebih rinci mengenai keseimbangan antara teknik menulis dengan mental seorang penulis.

Menurut Neng Ditta, pada dasarnya ada empat tipe penulis yaitu:
1. Dying writer
Kelompok ini merupakan tipe penulis yang paling rendah sehingga dinamai dying writer (penulis yang sekarat). Mereka adalah sekumpulan penulis yang lemah dari segi teknik maupun mental. Mereka tidak memiliki kemampuan dalam menemukan ide, membuat outline, dan masalah teknis lainnya sehingga tulisannya pun terkesan setengah jadi.

2. Dead mam
Golongan ini adalah tipe penulis yang sudah memiliki kemampuan teknik menulis namun mentalnya lemah. Mereka sudah mampu menulis secara runut dan sistematis, ilmu kepenulisan sudah dikuasai, akan tetapi belum berani mempublikasikan tulisannya. Mereka masih takut dikritik oleh orang lain.

3. Sick people
Tipe penulis yang ketiga adalah kebalikan dari tipe kedua. Tipe sick people merupakan penulis yang sudah pede dalam mempublish tulisannya, namun lemah dari segi teknik menulis. Mereka memiliki keberanian untuk dikritik dan dikomentari dan terbuka jika diberi masukan. Kesalahan-kesalahan teknis dalam tulisannya bisa diminimalisir dengan memperbanyak menulis. 

4. Alive
Kategori terakhir ini merupakan tipe penulis yang terbaik. Mereka adalah orang-orang yang sudah layak disebut sebagai penulis ahli. Artinya, mereka sudah kuat mentalnya dan teknik menulisnya juga kuat. Tulisan yang dihasilkan terasa lebih hidup (alive) dan mereka terus berkarya seperti detak jantung yang tak pernah berhenti selama orangnya masih hidup.

Tipe alive memiliki tiga tingkatan, yakni pemula, menengah, dan sangat ahli. Adapun ciri khas yang dapat dilihat dari tipe ini yaitu penulisnya pernah meraih juara pada lomba kepenulisan, tulisannya terbit di media massa atau di jurnal- jurnal nasional, dan banyak menginspirasi orang lain. Mereka sudah menganggap bahwa menulis adalah sebuah kebutuhan primer. Prinsipnya "tiada hari tanpa menulis". 
Mereka terus berproses dan mampu menghadapi tantangan menulis.

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah direkap, ditemukan bahwa sebagian besar responden memiliki dua macam ketakutan. Pertama, takut terkait teknik penulisan. Kedua, takut terhadap penilaian orang lain (pembaca). Sedangkan 3 dari 30 peserta tidak memiliki ketakutan apapun dalam menulis dan ini yang patut dicontoh. 

Jika seorang penulis ingin menjadi hebat (alive), maka dia harus mau meningkatkan teknik menulis dan membina mentalnya. Caranya bagaimana? Tentu dengan sering berlatih menulis dan berani mempublikasikan tulisannya untuk dibaca oleh orang lain.

Selanjutnya, Neng Ditta menjelaskan tentang naluri penulis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, naluri adalah dorongan hati, nafsu, insting, pembawaan alami yang tidak disadari untuk melakukan sesuatu. Orang yang memiliki naluri penulis akan memaksimalkan fungsi inderanya sehingga bisa menghasilkan karya berupa tulisan.

Lebih jauh disampaikan bahwa seseorang yang mampu menemukan ide tulisan yang bertebaran di sekitarnya merupakan salah satu ciri adanya naluri menulis dalam dirinya. Untuk mengasah naluri tersebut, maka kenalilah diri kita dan lingkungan sekitar, lalu buatlah menjadi sebuah tulisan.

Sebagai penguatan bagi para peserta, Neng Ditta memberikan tips mengenai hasil kuesioner.
Wow!!! Semua yang disampaikan narasumber begitu mengesankan dan membakar semangat saya dalam menulis. Rasa-rasanya saya ingin menuliskan semua kalimat yang disampaikan Neng Ditta. Sayangnya, jari-jariku tidak sanggup mengimbangi desakan kata-kata yang siap diketikkan di sini. 

Mengawali sesi tanya jawab, Bu Aam menanyakan ke narasumber terkait buku yang paling berkesan. Dari 3 buku solo Neng Ditta yang sudah cetak, buku perdanalah yang paling berkesan. Selain karena pertama kali melahirkan karya, juga karena isinya mengenai kisah hidup beberapa siswa beliau yang dipoles menjadi cerpen.

Salah seorang peserta menanyakan mengenai trik agar tulisan tidak terseret ke ranah hukum. Dengan simpel dijawab oleh Neng Ditta bahwa seorang penulis sebisa mungkin menghindari hal-hal terkait isu SARA maupun pornografi. Apabila ingin menyampaikan adanya ketidakadilan atau sesuatu hal yang tidak sesuai dengan norma-norma, jangan sekali-kali menyebutkan nama atau badan/lembaga yang dikritik. Jika ingin memberi kritikan mengenai hal apapun, sebaiknya penulis menggunakan bahasa kiasan dan dikemas dengan apik. Salah satu caranya dengan menggunakan majas, pantun, ataupun puisi. 

Kemudian, peserta yang lain menyampaikan ketakutan yang dirasakan ketika ada yang menghina/mencemooh karyanya dan meminta solusi kepada narasumber. Dikatakan bahwa pada prinsipnya seorang penulis tidak dapat memuaskan dan menyenangkan hati semua orang secara keseluruhan. Dari sekian banyak pembaca, tentu ada yang suka dan ada juga yang tidak suka. Itu adalah hal yang lumrah. Penulis seharusnya bersyukur jika ada yang merasakan manfaat dari tulisannya meskipun hanya satu orang saja. Setidaknya dia telah berkontribusi dalam sebuah kebaikan. 

Pernyataan pamungkas Neng Ditta yang paling berkesan bagi saya adalah "Gelap itu ada karena ketiadaan cahaya. Maka fokuslah pada titik terang, bukan pada titik gelapnya!"

Penanya berikutnya menanyakan mengenai teknik khusus agar menulis menjadi terasa ringan dan penulis tidak merasa terbebani. Menurut Neng Ditta, kesibukan bukan penghalang untuk menulis. Beliau lalu memberikan tips agar orang-orang yang sibuk masih tetap bisa menulis kapanpun  di manapun ia berada. 

Caranya, bawalah buku catatan atau alat untuk menulis sesuai kenyamanan kita. Dengan demikian, ide-ide yang ada di sekitar kita ataupun yang sedang dialami bisa langsung tertuang dalam tulisan. Jika waktunya mepet, cukup tulis ide pokok atau garis besarnya saja. Nanti ada waktu luang baru dikembangkan menjadi sebuah tulisan utuh. Tetapi sebaiknya jangan ditunda terlaku lama agar ingatan kita mengenai hal tersebut tetap hangat dan jelas.

Lalu bagaimana menjaga agar bisa konsisten dalam menulis? Jawabannya adalah kenali dulu diri kita sendiri sebagai penulis. Jika termasuk kategori penulis yang suka tantangan, maka untuk menjaga konsistensinya dalam menulis, dia harus sering-sering ikut lomba atau challenge menulis.  Sebaliknya, jika seseorang tidak tertarik pada tantangan maka salah satu cara untuk tetap konsisten adalah dengan menentukan target. 

Sebenarnya siang ini saya sudah mengirimkan satu pertanyaan ke Bu Aam untuk diteruskan ke narasumber dan sudah tercatat sebagai P10. Artinya saya merupakan penanya kesepuluh. Menurut Bu Aam ada 12 pertanyaan yang masuk ke beliau. Namun karena ada sedikit kendala di tempatnya Bu Aam dan waktu juga membatasi sehingga pertanyaan hanya sampai tujuh saja. Selebihnya akan dijapri ke narasumber dan nanti akan dijawab. 

Meskipun demikian, saya sungguh sangat beruntung bisa mengikuti perkuliahan hari ini. Ada banyak hal yang saya peroleh dan insyaallah saya akan berusaha sekuat tenaga untuk memperbaiki mental saya sebagai penulis. Terima kasih, Neng Ditta!!!






Waktu pertemuan: Jum'at, 23 April 2021
Resume ke: 9
Tema: Mental dan Naluri Penulis
Narasumber: Ditta Widya Utami, S. Pd. Gr.
Gelombang: 18

6 komentar:

  1. kereen ibu lengkap sekali resumenya nya..👍😊

    BalasHapus
  2. Mantaaap resumenya bu, mengalir dengan jujur😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ibu Mae tetap yang terbaik. Memang pantas menjadi ketua kelas.

      Hapus
  3. Waaah ... Ini lengkap sekali resumenya. Bahkan kuesioner pun ikut dikisahkan. Mantap.

    Hehehe, sebetulnya saya pun masih ingin membahas lebih dalam terkait hasil kuesioner. Namun waktunya belum memungkinkan untuk kemarin.

    Oh iya, mental penulisnya ada lima Bu. Hehe di artikel ini disebutkan ada enam (meski ibu menulis 5 poinnya).

    Terima kasih sudah berkenan membuat resumenya 🙏🏻

    BalasHapus
  4. Keren resumenya. Bahasanya mengalir..

    BalasHapus

JANUARI BER-HAB (Part 1)

Tahun 2021 telah meninggalkan semesta. Dia pergi dengan membawa berjuta kenangan dan warna-warni kehidupan.  Kini giliran tahun ...